Selamat datang di dunia Bocah...
RSS

Selasa, 16 Agustus 2011

Hutang Kadoku untuk Indonesia


Hey...Indonesia!. Aku tak banyak basa-basi kali ini karena aku tengah galau, resah, gelisah, gundah gulana memikirkan aku sudah punya kado apa untukmu. Aku masih punya hutang kado untukmu sejak setahun yang lalu. Ya...aku tengah mempersiapkan kadoku untukmu!. seperti yang pernah kujanjikan padamu tahun depan aku lulus bahkan kini tekatku untuk carikan kado untukmu akan kupercepat. Tahun ini aku bertekat untuk lulus, sanggupkah aku?. Ya!. aku harus sanggup, karena aku punya hutang melunasi janjiku untukmu.

Indonesia...harus selalu kau ingat, aku cinta padamu dan akan selalu cinta padamu "Selamat Ulang Tahun Indonesiaku..."


ini hutang kadoku, apa ini hutangmu juga?





Read More ..

Senin, 18 Juli 2011

is that my hero?

Read More ..

Proudly Present : "Robo - T"

Read More ..

Senin, 11 April 2011

Mahasiswi berkaos lusuh

I paint objects as I think them, not as I see them. –Pablo Picasso
”saya melukis sebuah objek sebagaimana saya berpikir tentang objek tersebut, bukan seperti yang saya lihat”

Kalimat mutiara dari pelukis legendaris tersebut sangat menginspirasi para seniman baik pelukis, kartunis, animator maupun desainer karena memiliki makna dari sebuah kebebasan berekspresi. . Hal yang sama demikian pula saya rasakan bukan hanya karena saya mahasiswi DKV, tapi karena saya mengartikan makna yang tersirat dibalik kalimat mutiara tersebut sebagai sebuah cara berpikir yang berbeda. Makna kebebasan yang saya artikan adalah kebebebasan dalam menilai sesuatu sebagaimana yang saya pikirkan, bukan sebagaimana saya melihat pandangan orang lain pada umumnya yang bisa mempengaruhi sudut pandang saya.

Saya hanya mahasiswi biasa, yang mampu bersaing dengan mahasiswa lain bukan karena saya pintar bukan juga karena saya dilhirkan sebagai seseorang yang berdarah seni. Saya hanya mahasiswa yang bermodal niat, nekat dan kemauan tinggi. Perjalanan kuliah saya sedikit dibumbui rasa disiplin yang pekat yang membuat saya mampu bertahan ditengah persaingan yang amat ketat. Memang ketatnya persaingan itu seketat apa?. Apakah pelakunya hanya mahasiswa?. Lantas mahasiswa itu sebenarnya apa?. Orang kah?. Sekumpulan orang kah?. Apakah tugasnya?. Berperan pentingkah bagi Negara kita tercinta ini?. Yang saya tahu pendapat masyarakat tentang mahasiswa yakni : mahasiswa adalah sekian banyak manusia yang berperan sebagai penerus bangsa yang memiliki kewajiban memperjuangkan hak-hak bangsa demi mencapai cita-cita bangsa. Artinya apakah sebuah keharusan ketika harga BBM naik mahasiswa harus ikut berdemo dan berorasi di depan gedung DPR demi kesejahteraan bangsa?. Dan apakah ketika ada seorang anak jalanan mencuri sepotong roti lalu lantas mahasiswa harus ikut menghakimi anak tersebut demi keamanan masyarakat?. Saya rasa tidak. Namun faktanya posisi mahasiswa dimata masyarakat secara garis besar dapat disimpulkan seperti itu. Dan kebanyakan mahasiswa pun masih berpikir hal yang sama. Lantas apakah dengan bertindak seperti itu mahasiswa mampu mengatasi konflik Negara kita yang terlanjur pelik ini?

Rasanya jadi mahasiswa kadang enak kadang tidak. Enaknya jadi mahasiswa kita masih bebas berpendapat, masih bisa pakai kartu mahasiswa agar dapat potongah harga di percetakan, masih bisa nunggak tagihan kos-kosan dengan alasan belum di transfer uang. Tetapi bagian tidak enaknya adalah ketika saya mendapat sebuah pertanyaan “Loh..kamu kan mahasiswa masa kamu tidak tau menteri ini…atau menteri itu?. Malu dong!”. Kadang saya berpikir apakah dengan saya menghafal nama para menteri satu persatu berarti saya sudah turut memajukan kesejahteraan bangsa ini?. Faktanya, konflik Negara kita ini sudah terlanjur sangat pelik, rumit dan tak pernah ada solusinya. Kalaupun ada solusi pasti harus ada yang dikorbankan.

Berbagai tuntutan dari rakyat diajukan kepada pemerintah, namun saya memilih menutup telinga dan mata seolah tuli dan buta. Saya justru merasa malu jika saya ikut menuntut ini dan itu. Negara sudah izinkan saya untuk menuntut ilmu, Negara sudah izinkan saya untuk bebas berpendapat dan Negara juga telah mengizinkan saya untuk tinggal di bumi pertiwi. Setidaknya itu sudah cukup bagi saya. Kini saya hanya berpikir apa yang bisa saya beri untuk Negara ini?. Indonesia butuh sosok-sosok muda yang sanggup membantu dia untuk berani maju. Selama ini Indonesia mempunyai embel-embel nama Negara berkembang dengan kata lain Indonesia sedari dulu masih jalan di tempat. Indonesia sudah semakin tua, semakin tua justru semakin didesak dengan tuntutan ini dan itu, sanggupkah Indonesia maju dengan kondisi seperti ini?.Mahasiswa adalah kuncinya.

Seperti yang sering di lontarkan bapak Wijayanto “Teman-teman mahasiswa adalah Agent of Change yang bisa membawa perubahan untuk Negara ini”. Membawa perubahan itu tidak selalu dengan berteriak-teriak, beramai-ramai memenuhi pelataran gedung DPR, berorasi dengan pengeras suara yang begitu kencang. Ini saatnya mahasiswa Indonesia bertindak cermat untuk membantu bukan menuntut Negara ini. Cara-cara klasik sudah tak mempan lagi untuk mendorong Indonesia yang tua agar berani maju.

Ini cerita tentang seorang teman dari Blitar. Sebut saja namanya Pemuda dari Blitar. Penampilannya sederhana, cara bicaranya masih kental dengan logat jawanya, namun ia bangga dengan ciri khas daerah yang melekat pada dirinya. Semangat tingginya berhasil membawa ia segera terbang ke Amerika untuk belajar disana bulan Juni mendatang. Jauh-jauh ia pergi ke Amerika untuk mempelajari keilmuan yang ia geluti yakni Manajemen Bisnis. Namun ketika saya tanya apa cita-citanya, ia menjawab “saya ingin jadi petani”. Jawaban singkat yang cukup mengetuk hati. Tak perlu ia paparkan alasan mengapa ia ingin jadi petani saya sudah tau jawabannya. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dibidang pertanian dan butuh sosok seperti Pemuda dari Blitar yang akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia dari sektor pertanian. Cerita Pemuda dari Blitar ini cukup mengingatkan kita tentang rasa bangga akan budaya dan potensi alam yang kita miliki. Kita sebagai mahasiswa tentu punya cita-cita, bahkan pepatah juga memotivasi kita untuk menggapai cita-cita setinggi langit. Pepatah itu memberikan saya hak untuk mengelaborasi lagi “mengejar cita-cita sampai ke Eropa dan menggantungkan cita-cita di Surga”.

Berbeda dengan Pemuda dari Blitar. Saya lebih suka memakai sandal jepit dari pada sepatu, saya lebih senang memakai kaos lusuh dibanding dengan kemeja baru, saya lebih memilih tidur larut malam dibanding harus bangun lebih pagi, saya lebih senang tidur di kasur yang keras dibanding kasur yang empuk, saya lebih memilih melakukan hal yang tidak bisa saya lakukan dibanding melakukan hal yang bisa saya lakukan dengan suasana hati yang tidak ikhlas, saya lebih memilih menulis berlembar-lembar cerpen dibanding mengerjakan 5 soal matematika dan saya pun sering berangan-angan suatu saat saya akan keliling Eropa untuk melihat indahnya kota-kota seni yang ada disana. Dengan kaos lusuh yang saya kenakan sehari-hari, saya mempunyai mimpi suatu hari nanti saya akan menjadi bagian penting dari anak jalanan di sebuah sanggar terbuka yang siap memupuk ide-ide kreatif yang mereka punya agar kehadiran mereka di tepian Jakarta menjadi sebuah pemandangan indah yang tak kalah indahnya dengan kota-kota seni yang ada di Eropa. Lalu lantas apakah saya termasuk mahasiswi aneh?. Bisa ya, bisa tidak. Namun itulah saya.

Dari Sabang sampai Merauke ada berapa banyak mahasiswa Indonesia?. Ratusan bahkan jutaan jumlahnya. Tentu karakternya berbeda-beda, banyak yang seperti Pemuda dari Blitar dan banyak juga yang seperti saya. Indonesia butuh para Agent of Change yang berkarakter kuat yang tak hanya cerdas berpikir dengan logika namun juga cerdas berpikir dengan hati. “Saatnya membuktikan cinta kita untuk Indonesia dengan memberi bukan menuntut”



Read More ..

Dari konflik batin sampai ke Eropa (part 2)

Yap...konflik bathin yang kujanjikan untuk kutulis lagi di part 2 ini memang sudah terlanjur basi. Tapi akan kuceritakan satu hal penting untukmu, aku berhasil melakukan "intelectuality crime" untuk membalas makhluk-makhluk tak berotak itu hahahaha...

kalau Neil Amstrong bisa sampai ke bulan, kenapa tidak aku sampai ke Eropa?. Ya, Jerman tentunya!. Aku kini sedang megang disebuah yayasan bernama Indonesia Mengajar (sebelumnya pernah kusinggung nama ini). yayasan ini didirikan oleh Pak Anies Baswedan (lagi-lagi ini nama yang pernah kusebutkan, bahkan sangat familiar). Kantornya terletak di jalan Galuh 2 No. 4 (ya, pasti ada yang tau 4 itu angka ajaibku) dan ternyata tak jauh dari sini aku menemukan sebuah bangunan bertuliskan "Bundesrepublik Deutschland". Rasanya Jerman semakin dekat :)
Read More ..

Jumat, 08 April 2011

Dari konflik batin sampai ke Eropa (part 1)

Halo...hei...haiii...long time no talk!
kenapa?. ada apa?. ceritanya gimana?. trus apa?. ya aku sedang bingung. Bukan bingung sebenarnya, aku cuma merasa sedang terjadi konflik batin di dalam kepala dan kecamuk rasa dilubuk hati.

jadi begini ceritanya...
Aku, mahasiswa DKV Paramadina tahun 3. Ini waktunya untuk praktik kerja profesi (KP). Hingga kini aku masih belum laku T_T. Rata-rata dari mereka meminta jam kerja full time. "Lah wong saya masih ada kuliah, jadwalnya cukup padet. jadi pinter-pinter aja nyuri waktu". nyuri waktu caranya gimana?. aku rasa aku sudah cukup pintar membagi waktuku selama 6 semester ini. Bicara soal waktu, berminggu-minggu ini aku menyimpan sedikit dendam atas praduga "tak terima dibilang tak pintar membagi waktu". Ya...biasalah...awal mulanya perkara KMDGI. Aku ini bukan bocah bajingan yang mau menceritakan kronologi dari awal dan detil-detil konflik ini seperti apa. Tapi aku bocah jalang yang berani mengutarakan isi hatiku dengan bahasa "nakal" yang kadang tak mudah dimengerti oleh bocah goblok.

"Rumah adalah tempat keluarga berkumpul dmn terjadi interaksi hangat dan pertukaran pendapat. setiap anggota keluarga pun berhak mengeluarkan pendapat. Jika ada anggota keluarga yg melakukan kesalahan, selayaknya anggota keluarga yg lain menasihati dan memeberi dukungan. Bedakan dengan pengadilan. Pengadilan adalah tempat dimana perkara diadili. Saya yakin anda tak akan pernah mau berada dipengadilan kecuali anda menjadi orang yang "mengadili" bukan "diadili". lalu, apakah kini saya sedang berada di rumah dan dikelilingi sanak keluarga? ataukah saya sedang berada di pengadilan yang dipenuhi hakim, jaksa dan penuntut?"

"Anda berada di rumah atau di pengadilan" itulah sepenggal tulisan yang sempat aku tulis di Facebook untuk mencurahkan isi hati yang rasanya mau meledak ini. Perlukah kutegaskan lagi? "hati-hati aku pendendam!"

6 Semester kuliah di Paramadina buktinya aku masih tetap bertahan disini dengan Indeks Prestasi normal dan cukup membuat ayah dan mama senang. Akupun bukan mahasiswi pintar yang rajin memeluk buku, rajin diskusi topik kuliah, rajin lembur di kampus untuk selesaikan tugas. Yang aku tau aku hanya mahasiswi bermodal nekat yang dibumbui dengan rasa tanggung jawab (untuk ayah & mama sebagai anak pertamanya, untuk adiku sebagai figur kakak yang patut di contoh, untuk pacarku sebagai pemanis hati yang tidak seenak jidat, dan untuk aku sendiri sebagai sosok manusia yang tau apa makna dari tanggung jawab), dan terakhir bumbu pedas yang paling ku utamakan diatas segalanya apalagi kalau bukan Disiplin.

Jadi ingat cerita semester lalu. Absenku merah semua, izinnya sudah terpakai semua, aku sering bolos, aku jarang di kelas. Bagaimana tidak?. dalam satu semester aku berhasil memanage 4 event secara berturut-turut. dari mulai Makrab, Science Film Festival, ACAPELA dan terkahir Seminar nasional. Aku ini mahasiswa atau event organizer?. yaa...itulah aku di semester 5 yang lalu. dengan keadaan seperti itu aku masih tetap bisa membuktikan bahwa aku bisa bagi waktu. buktinya tiga koma tujuh sekian masih bisa aku raih. lalu menurutmu aku kurang pintar membagi waktu seperti apa?. 1 hari 24 jam, 1 minggu 168 jam...aku sudah maksimalkan itu semua untuk urusan hidup yang harus aku atur sendiri. masih kurang pintar?. ya sudahlah coba kau atur hidupku jika kau pikir kau lebih pintar dariku!. Kira-kira begitulah kecamuk batin karena tak terima dibilang tak pintar bagi waktu!.

Ini belum sampai di Eropa. Aku pergi dulu malam ini kesana, besok kuteruskan konflik batin ini agar cepat sampai di Eropa :)
Read More ..

Selasa, 23 November 2010

I'm not his Girlfriend anymore



Sejak awal aku yang salah atau kami yang salah?. Sejak awal kami tak menghargai apa yang dinamakan "proses dan waktu". Bagi kami "proses dan waktu" itu tak berarti besar yang penting kai punya tujuan. Ternyata kami salah, bahkan mungkin aku yang salah. Ketika aku menjalani sebuah proses untuk berubah, seolah "proses" itu tidak berlaku bagi kami. Dan ketika ada perubahan karena "proses" pijakan kami jadi goyah karena dasarnya kita memang rapuh!

Perasaanku lapuk dimakan proses dan waktu, begitu juga dengan dia!. Aku perempuan baru sebulan berumur 20 tahun, justru itu jadi titik perubahan terbesar dalam hidupku. Kini aku jatuh lagi, ingin merangkak tapi rasanya sakit sekali, beristirahat sebentar tapi sakit ini tetap sakit dan tak ada yang mengobati. Mau bagaimana lagi?. Menunggu dia datang di akhir pekan ini rasanya sudah tidak mungkin!. Yang aku tahu sayang itu fondasi dari hubungan yang telah berlangsung 2 tahun ini, tapi nyatanya aku salah!.

AKu terlalu muda ketika mengenal dia!. Mau diapakan lagi?. nafas sudah tersendat menangis pun susah, mau berontak pakai otot justru ototku kesakitan, ingin berpikir pakai otak tapi otak sedang kusut!. Kaku rasanya hidupku!. 2 bulan terakhir ketika aku terbangun yang kucari adalah tujuan hidupku dan aku linglung di pagi hari!. Mungkin mulai esok aku akan semakin linglung ketika membuka mata!.

Rencana tahun baru dan sisa liburan akhir semester kini jadi catatan hati dan aku tak punya rencana kedua. sekarang aku jadi "bekas"nya dia... Read More ..

click this!